Bila kamu mengamati orang-orang dan
teman-teman di sekelilingmu, maka akan terlihat bahwa Allah SWT telah
menciptakan setiap manusia dalam keadaan yang tidak sama antara yang satu
dengan yang lain. Ada yang laki-laki dan ada pula yang perempuan, ada yang tampan
dan ada yang kurang tampan, ada yang cantik dan ada pula yang kurang cantik.
Ada yang berambut pirang, berambut hitam, ada yang berambut lurus, dan ada pula
yang keriting. Ada yang berkulit putih, sawo matang, dan ada yang berkulit
hitam. Ada sangat cerdas dan ada pula orang yang idiot. Seseorang tidak pernah
meminta dilahirkan untuk menjadi bangsa Indonesia, bangsa Malaysia, Cina, Arab,
Amerika, atau bangsa manapun. Semua itu merupakan ketetapan penciptaan Allah
SWT yang sering kita sebut dengan takdir.
Bagaimana manusia menyikapi takdir Allah SWT
tersebut ? Untuk lebih memahaminya simaklah pembahasan mengenai iman kepada
Qadha dan Qadar berikut ini !
A. Ciri
Beriman Kepada Qadha dan Qadar
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dihadapkan kepada kenyataan
hidup yang dialaminya. Kenyataan itu kadang ada yang berbentuk positif dan
terkadang negatif, seperti :
- ada yang memuaskan ada yang tidak,
- ada yang menyenangkan ada yang
menyusahkan,
- ada yang menurut kita baik ada yang buruk,
dan sebagainya.
Bagi orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apapun kenyataan
dan peristiwa yang dialaminya, akan ditanggapi dan diterima secara positif.
Sebaliknya, bagi orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, kenyataan
apapun yang diterima ditanggapi dan diterima secara negatif.
Contoh :
- Orang beriman yang tertimpa musibah
menanggapi kenyataan ini dengan kesabaran dan ketabahan. Kesabaran dan
ketabahan merupakan sika positif yang dinilai Allah SWt dengan pahala.
Jadi, selama dia sabar dan tabah, selama itu pula pahalanya terus
mengalir.
- Orang beriman ketika mendapatkan
keberuntungan besar bersyukur dan merasa bahwa semua itu karunia dari
Allah SWT. Untuk itu ia ingin berbagi kepada orang lain dengan menafkahkan
sebagian keuntungannya tersebut.
- Orang yang tidak beriman ketika mendapat
musibah merasa bahwa dirinya tidak berguna lagi. Dia merasa putus asa dan
akhirnya melampiaskannya dengan berbagai macam perbuatan yang merusak,
seperti melamun, merokok, mengkonsumsi narkoba, bahkan ada yang bunuh
diri.
- Orang yang tidak beriman ketika mendapat
keuntungan bisnis yang berlimpah malah menggunakannya untuk berfoya-foya.
Dia merasa bahwa yang didapatnya itu semata-mata merupakan prestasi yang
harus diraakan dan dia berhak dan bebas menggunakan sesuka hatinya.
Dengan memahami contoh-contoh tersebut, yakinkah kamu bahwa beriman
kepada qadha dan qadar mempunyai peranan penting dalam kehidupan? Kalau yakin,
tentu kamu ingin meningkatkan keimananmu kepada qadha dan qadar. Bagaimana
ciri-ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar? Berikut ini merupakan ciri
orang yang beriman kepada qadha dan qadar.
1.
Selalu menyadari dan menerima kenyataan
Iman
kepada qadha dan qadar dapat menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk menerima
kenyataan hidup. Karena yang terjadi adalah sudah pada garis ketentuan Allah
pada hakekatnya bencana atau rahmat itu semata-mata dari Allah SWT.
Firman Allah SWT :
قُلْ مَنْ ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُمْ مِنَ اللهِ
إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً وَلاَ يَجِدُوْنَ لَهُمْ
مِنْ دُوْنِ اللهِ وَلِيًّا وَلاَ نَصِْيرًا (سورة الاحزاب : ۱٧)
Artinya
: “Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika
Allah menghendaki bencana atasmu, atau menghendaki rahmat untuk dirimu dan
orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong
selain Allah”. (QS. al-Ahzab : 17)
2.
Senantiasa bersikap sabar
Orang yang beriman kepada qadha dan
qadar akan senantiasa menerima segala sesuatu dengan penuh kesabaran, baik
dalam situasi yang sempit atau susah dan tetap bersabar dalam situasi senang
atau bahagia. Dengan demikian orang yang beriman kepada takdir Allah SWT
senantiasa dalam keadaan yang stabil jiwanya.
اَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوْآأَنْ يَقُوْلُوْآ امَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ (سورة
العنكبوت : ۲)
Artinya : “Apakah manusia itu mengira mereka akan dibiarkan,
sedang mereka tidak diuji lagi ?”. (QS. al-Ankabut : 2)
Wujud ujian dan
cobaan bisa berupa tiadanya biaya pendidikan, fisik yang lemah, penyakit, orang
tua meninggal, dilanda bencana alam, dan sebagainya. Perhatikan firman Allah
berikut :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ
مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ (سورة
البقرة : ۱٥٥)
Artinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah :
155)
Renungkan ayat
155 surat al-Baqarah, yaitu supaya memberi berita gembira kepada orang-orang
yang sabar. Memang dalam menghadapi cobaan diperlukan sikap sabar. Tanpa sikap
sabar akan sulit manusia mencapai sukses.
3.
Rajin dalam berusaha dan tidak mudah menyerah
Agar seseorang terus giat berusaha ia pun yakin
bahwa segala hasil usaha manusia selalu diwaspadai, dinilai, serta diberi
balasan.
Firman Allah :
وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعى.
وَأَنَّ سَعْيَه سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَآءَ اْلأَوْفَى. وَأَنَّ
إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهى (سورة النجم :٣٩-٤۲)
Artinya : “Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya
usahanya itu kelak akan di perlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan
kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasannya kepada
Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)”. (QS an-Najm : 39-42)
4.
Selalu bersikap optimis, tidak pesimis
Keyakinan terhadap Qadha dan Qadar dapat menumbuhkan sikap yang
optimis tidak mudah putus asa. Karena ia yakin walau sering gagal, pasti suatu
saat akan berhasil sehingga tidak akan berputus asa.
Firman Allah SWT :
... وَلاَ تَيْئَسُوا مِنْ
رَوْحِ اللهِ إِنَّهُ لاَ يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ
الْكَافِرُونَ (سورة يوسف :٨٧)
Artinya : “…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir.” (QS. Yusuf : 87)
5.
Senantiasa menerapkan sikap tawakal
Tawakal
(berserah diri0 kepada Allah SWT akan tumbuh pada diri seseorang jika ia
meyakini bahwa segala sesuatu telah dikehendaki Allah. Allah Maha bijaksana
sehingga menurut keyakinannya Allah tidak mungkin menyengsarakannya. Allah
sumber kebaikan sehingga tidak mungkin Allah menghendaki hamba-Nya kepada
keburukan.
Firman Allah SWT :
إِنِّي
تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلاَّ هُوَ اخِذٌ
بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (سورة هود : ٥٦)
Artinya : “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Tuhanku, dan
Tuhanmu. Tidak ada satu binatang melata pun, melainkan Dialah yang memegang
ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (QS. Hud :
56).
B. Hubungan
Qadha dan Qadar
Beriman kepada qadha
dan qadar merupakan rukun iman yang keenam. Qadha adalah ketentuan akan
kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap segala sesuatu sejak zaman
azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang
terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih dahulu karena Dialah yang merencanakan
serta yang menentukannya. Seluruh makhluk, baik malaikat, syetan, jin, maupun
manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT tersebut.
Manusia punya rencana,
tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan ini merupakan salah satu bentuk cara
memahami qadha dan qadar Allah SWT. Manusia memang diberi kemampuan untuk
berbuat dan berpikir, namun kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-Nya adalah di
atas segala-galanya.
Ketentuan Allah SWT
ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari
manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan
manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT
semata.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ : أَنَّهُ قَالَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ وَكَّلَ بِالرَّحِمِ
مَلَكًا فَيَقُولُ أَيْ رَبِّ نُطْفَةٌ أَيْ رَبِّ عَلَقَةٌ أَيْ رَبِّ مُضْغَةٌ
فَإِذَا أَرَادَ اللهُ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقًا قَالَ قَالَ الْمَلَكُ أَيْ رَبِّ
ذَكَرٌ أَوْ أُنْثَى شَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ فَمَا اْلأَجَلُ
فَيُكْتَبُ كَذَلِكَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ ( رواه البخاري و مسلم )
Artinya : “Diriwayatkan dari Anas
bin Malik r.a katanya: baginda s.a.w bersabda: Allah SWT mengutus Malaikat ke
dalam rahim. Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Ia masih berupa air mani. Setelah
beberapa waktu Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal
darah. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari Malaikat berkata lagi:
Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging. Apabila Allah SwT membuat
keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat berkata: Wahai
Tuhan! Orang ini akan diciptakan lelaki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana rezekinya? Serta bagaimana pula
ajalnya? Segala-galanya dicatat ketika
masih di dalam kandungan ibunya”. (HR Bukhari dan Muslim)
Qadar adalah
ketentuan-ketentuan Allah SWT yang telah berlaku bagi setiap makhluk sesuai
dengan ukuran dan ketentuan yang telah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman
azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah direncanakan terlebih dahulu
oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ
بِمِقْدَارٍ (الرعد : ٨)
Artinya : “Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du:
8)
Dari pengertian hadis dan ayat di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT
sebelum manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari,
istilah qadha dan qadar biasa disebut juga dengan takdir. Jadi, beriman kepada
qadha dan qadar dapat dikatakan pula dengan beriman kepada takdir.
Takdir baru dapat diketahui oleh
manusia dengan kenyataan atau peristiwa yang yang telah terjadi, contoh :
1.
Terjadinya musibah bencana
tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember tahun 2004 yang merenggut ratusan ribu
korban meninggal dunia. Sebelum kejadian tersebut tak ada seorangpun yang
mengetahuinya.
2.
Dalam suatu kejadian kecelakaan
yang menewaskan seluruh penumpang ternyata ada seorang bayi yang selamat.
Menurut ukuran akal, si bayi adalah
makhluk yang sangat lemah dan tidak mampu mencari perlindungan, tetapi malah
dia yang selamat. Sementara penumpang lain yang sudah dewasa dan dapat berusaha
menyelamatkan diri malah meninggal dunia.
3.
Ada seorang yang dilahirkan dari
keluarga yang sangat miskin. Orang
sekampung memperkirakan anak tersebut kelak juga akan menjadi miskin seperti
orang tuanya. Namun, setelah anak tersebut dewasa ternyata menjadi orang yang
pandai berdagang, sehingga dia menjadi orang yang kaya.
Contoh-contoh di atas hanyalah merupakan bagian
kecil ari peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan takdir Allah SWT. Masih
banyak sekali peristiwa yang bisa kita pahami sebagai perwujudan dari qadha dan
qadar dari Allah SWT. Namun dari berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa
qadha dan qadar Allah SWT akan tetap berlaku kepada setiap makhluk-Nya. Oleh
karena itu, orang beriman harus meyakini dengan sepenuh hati akan adanya qadha
dan qadar.
Firman Allah SWT :
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ
الْعَلِيمِ (سورة يس : ٣٨)
Artinya : “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya.
Demikianlah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (QS.
Yasin : 38)
Dalam surat al-Hadid ayat 22, Allah juga berfirman :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ
إِلاًَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ
يَسِيْرٌ (سورة الحديد : ۲۲)
Artinya
: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum kami
menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid : 22)
C. Contoh
dan Macam-macam Takdir
Meskipun segala
sesuatu yang terjadi di jagat raya ini sudah ditentukan oleh Allah sejak zaman
azali, tetapi pemberlakuan takdir Allah tersebut ada juga yang mengikutsertakan
peran makhluk-Nya. Karena
itulah, takdir dibagi menjadi dua, yaitu takdir mubram dan takdir mu’allaq :
1.
Takdir Mubram
Dalam
bahasa Arab, mubram artinya sesuatu yang sudah pasti, tidak dapat
dielakkan. Jadi, takdir mubram merupakan ketentuan mutlak dari Allah SWT yang
pasti berlaku atas setiap diri manusia, tanpa bisa dielakkan atau di tawar-tawar
lagi, dan tanpa ada campur tangan atau rekayasa dari manusia.
Contoh takdir mubram antara lain :
a Waktu ajal
seseorang tiba
a Usia seseorang
a Jenis kelamin
seseorang
a Warna darah
yang merah
a Bumi
mengelilingi matahari
a Bulan
mengelilingi bumi
Jika Allah sudah menetapkan bahwa seseorang akan mati pada suatu
hari, di suatu tempat, pada jam sekian, maka orang tersebut pasti akan mati
pada saat dan tempat yang sudah ditentukan itu. Ia tidak akan bisa lari atau
bersembunyi dari malaikat Izrail, meskipun ia berada di dalam sebuah tembok
benteng yang sangat kokoh.
Allah SWT. berfirman :
أَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي
بُرُوْجٍ مُشَيَّدَةٍ (سورة النساء : ٧٨)
Artinya : “Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan
kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” (QS. an-Nisa
: 78)
2.
Takdir Mu’allaq
Dalam Bahasa Arab, mu’allaq artinya sesuatu yang
digantungkan. Jadi, takdir muallaq berarti ketentuan Allah SWT yang
mengikutsertakan peran manusia melalui usaha atau ikhtiarnya. Dan hasilnya
aakhirnya tentu saja menurut kehendak dan ijin dari Allah SWT.
Allah
SWT. berfirman :
...إِنَّ
اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأَنْفُسِهِمْ...
(سورة الرعد : ۱۱)
Artinya : “…Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-Ra’d : 11)
Beberapa contoh takdir mu’allaq antara lain
adalah kekayaan, kepandaian, dan kesehatan. Untuk menjadi pandai, kaya, atau
sehat, seseorang tidak boleh hanya duduk berpangku tangan menunggu datangnya
takdir tapi ia harus mengambil peran dan berusaha. Untuk menjadi pandai kita
harus belajar; untuk menjadi kaya kita harus bekerja keras dan hidup hemat; dan
untuk menjadi sehat kita harus menjaga kebersihan. Tidak mungkin kita menjadi
pandai kalau kita malas belajar atau suka membolos. Demikian juga kalau kita
ingin kaya, tetapi malas bekerja dan suka hidup boros; atau kita ingin sehat,
tetapi kita tidak menjaga kebersihan lingkungan, maka apa yang kita inginkan
itu tak mungkin terwujud.
Sebagaimana ciri orang yang beriman kepada
qadha dan qadar di atas, orang yang meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh pasrah
begitu saja kepada nasib karena Allah SWT memberikan akal yang bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Allah SWT juga memberikan tubuh dalam
bentuk sebaik-baiknya untuk digunakan sarana berusaha.
Dengan demikian, jelaslah bahwa beriman kepada
qadha dan qadar Allah bukan berarti kita hanya pasrah dan duduk berpangku
tangan menunggu takdir dari Allah; melainkan juga berusaha yang giat sepenuh
hati mengubah nasib sendiri, berupaya bekerja dengan keras mencapai apa yang
kita cita-citakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar